Yogyakarta - Aksi damai para korban mafia pengembang apartemen Malioboro City Yogyakarta kembali berlanjut. Mereka menggelar unjuk rasa dan orasi, dengan rute yang dimulai dari Tugu Jogja (Tugu Pal Putih/Tugu Golong Gilig), melewati Jalan Margo Utomo (Pangeran Mangkubumi) Gowongan Jetis hingga ke kantor Gubernur DIY (kompleks Kepatihan) di Jalan Margo Mulyo (Malioboro) No.16 Suryatmajan Danurejan, dan berakhir di Gedung Agung/Istana Presiden (Negara) di Jalan Margo Mulyo (Malioboro) Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (6/11/2024).
Diiringi kirab/konvoi rombongan gerobak sapi dan wayang orang Buto Cakil dan Punakawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) sebagai simbol perjuangan rakyat kecil, massa bergerak menuju kantor Gubernur DIY, dengan harapan bisa diterima oleh Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.
Dalam orasinya, Koordinator Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Malioboro City Edi Hardiyanto mendesak agar dalam 100 hari pertama, Kabinet Merah Putih dibawah kepemimpinan Prabowo-Gibran segera menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bagi apartemen Malioboro City.
Selain itu, mereka menuntut penyelesaian konflik yang telah berlarut-larut selama belasan tahun dengan pengembang PT Inti Hosmed Development.
Dijelaskan oleh Edi, proses penerbitan SLF sangat penting bagi mereka sebagai legalitas kepemilikan apartemen yang belum ada kejelasan dan kepastian hingga kini, meski unit telah dibayar lunas. Hal ini, sebagai langkah awal menuju legalitas kepemilikan, termasuk pertelaan (keterangan/perincian), akta jual beli dan Sertifikat Hak Milik (SHM) SRS.
Aksi ini menarik perhatian karena para korban menyampaikan aspirasi mereka melalui cara unik dengan mengusung seni dan budaya tradisional. Mereka ingin mengetuk hati nurani Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka serta Gubernur DIY Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X sebagai pemimpin rakyat. Aspirasi dan tuntutan dilakukan di depan kantor Gubernur dan Presiden sebagai simbol rakyat yang mengadukan nasibnya kepada istana.
Baca juga:
Anies Baswedan di Mata Seorang Surya Tjandra
|
“Gerobak sapi melambangkan semangat pantang menyerah. Meskipun tertatih tetap gigih, kami yakin perjuangan ini walaupun penuh tantangan akan sampai pada tujuan, yaitu keadilan dan kepastian hukum serta kehadiran negara bagi rakyat kecil, ” ujarnya.
Setelah berorasi di depan kantor Gubernur DIY, perwakilan aksi ini diterima oleh Asisten Sekretariat Daerah (Asetda) DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan Drs. Tri Saktiyana, M.Si. yang didampingi Pelaksana tugas (Plt) Kepala Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Drs. Noviar Rahmad, M.Si.
Di dalam, mereka langsung menyampaikan harapan agar SLF dapat diterbitkan tanpa kendala dan hambatan birokrasi, dipermudah dan jangan dipersulit, terutama oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman yang dinilai lamban.
Dalam aksi ini, massa juga menghiasi gerobak dengan spanduk dan poster bertuliskan tuntutan dan keresahan peserta aksi yakni mendesak agar pemerintah yang baru, bersikap tegas memberantas mafia korporasi yang terlibat dalam kasus apartemen ini.
Mereka menyerukan agar momentum 100 hari pemerintah baru ini menjadi kesempatan bagi Prabowo-Gibran untuk melangkah dan menunjukkan keberpihakan pada keadilan dan kepastian hukum, terutama terhadap kasus ini yang telah belasan tahun berlarut-larut tanpa kejelasan dan seolah-olah hanya jalan ditempat.
Edi menegaskan, pihaknya berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP), Pemkab Sleman dan instansi terkait bisa menindaklanjuti surat permohonan PT. Bank Media Nusantara Citra (MNC) Internasional tbk dan Perwakilan P3SRS apartemen Malioboro City untuk mempercepat penerbitan SLF yang telah lama tertunda. “Hingga saat ini, permasalahan SLF apartemen Malioboro City belum ada kejelasan kapan diterbitkan, ” ungkapnya.
Sekretaris P3SRS Malioboro City Budijono mendesak agar Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, khususnya Pemkab Sleman, lebih tanggap dan tidak mempersulit persyaratan teknis maupun administratif dalam pengurusan SLF.
“Kami berharap Menteri PUPR dan Gubernur DIY menemui para korban atau perwakilan pemilik untuk memfasilitasi agar hak kami sebagai pemilik apartemen segera terpenuhi, " tambahnya.
Tak hanya itu, aksi ini turut meminta perhatian Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) DIY dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) agar mengawal kasus ini dan tidak membiarkan para korban terus dirugikan.
“Citra DIY sebagai kota pendidikan, seni budaya dan pariwisata harus dijaga. Jangan sampai ternoda oleh mafia pengembang yang merusak investasi di Yogyakarta dan Sleman, ” ucapnya.
Para korban menuntut agar pengembang nakal ini segera diadili, serta meminta dukungan dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk membersihkan oknum yang ingin ‘bermain’ dalam kasus ini.
Mereka berharap aksi ini menjadi pengingat bagi pemerintah bahwa rakyat menunggu kehadiran dan kepastian dari negara. "Ini bukan hanya soal keadilan bagi kami, tapi juga menjaga nama baik Yogyakarta, " urainya.
Tidak lupa, panitia aksi memohon maaf kepada para pengguna jalan yang terganggu aktivitasnya. Trafik jalan raya di sepanjang Malioboro memang cukup ramai walaupun lancar sehingga arak-arakan gerobak sapi dan wayang orang sempat membuat arus lalu lintas tersendat dan padat merayap.